![]() |
Menag Fachrul Rozi |
Menag Fachrul Rozi kembali menerbitkan pernyataan kontroversial. Dalam Webinar bertajuk "Strategi Menangkal Radikalisme pada Aparatur Sipil Negara", melalui kanal Youtube Kemenpan RB, Rabu (2/9/2020), ia mengatakan good looking dan hafiz quran adalah ciri-ciri radikal.
"Caranya masuk gampang. Pertama dikirimkan anak yang good looking, penguasaan bahasa arabnya bagus, hafiz, mulai masuk jadi imam, lalu orang-orang bersimpati dan diangkatlah jadi pengurus masjid," katanya.
Ini bukan yang pertama kali Fachrul Rozi membuat tuduhan yang serampangan. Ketika baru diangkat menjadi menteri tahun lalu, ia telah membuat polemik dengan wacana pelarangan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah.
Meyedihkan. Menteri agama yang seharus menghargai hak setiap umat beragama--terlebih umat Islam--untuk mengekspresikan keyakinannya, justru ikut arus Islamophobia yang dipropagandakan Barat.
Awalnya mempersalahkan simbol dan pakaian, lalu sekarang "good looking", "pengetahuan agama yang luas", dan "hafiz" yang dicurigai sebagai radikal. Orang-orang yang berakal pasti tahu, bahwa ini adalah pernyataan yang tidak berdasar dan jauh melenceng dari kebenaran.
Islam mengajarkan agar para dai berpenampilan menarik dan memiliki pengetahuan yang luas, bukan sebaliknya: dekil dan jahil!
Fachrul Rozi dalam webinar itu juga mengatakan bahwa ia pernah shalat jumat di instansi pemerintah dan mendengar khutbah yang menakutkan. Menurutnya, itu masuk kriteria radikal.
Sayangnya ia tidak menyebutkan, "menakutkan" seperti apa yang dimaksud. Apakah jika khatib mengabarkan tentang siksa neraka dari ayat-ayat Al-Qur'an juga masuk kriteria menakutkan?
Untuk itu, ia mengumumkan, bahwa mulai bulan ini setiap penceramah harus bersertifikat. Yang tidak bersertifikat tidak boleh berceramah.
Seperti apa kriterianya? Mungkin yang awut-awutan, berdaki tebal, tak bisa bahasa Arab, dan ketika membaca Al-Fatihah, ia melafalkan, "Alkamdulillahi rabbil ngalamin."
Bisa jadi yang seperti itu yang dimaksud Fachrul Rozi.
Penulis: Rafif Amir
Editor: Rafif Amir
Cancel