Fadli Zon dalam bukunya Politik Huru-Hara Mei 1998 (Institute for Policy Studies, 2004) dengan tegas mengungkap bahwa IMF telah ikut serta memicu terjadinya huru-hara Mei 1998 hingga berujung pada lengsernya Soeharto dari kursi RI 1. Fadli memperkuat analisanya dengan memaparkan sejumlah bukti, termasuk diantaranya pidato bos IMF sendiri, Michel Camdessus, saat ia mengundurkan diri. "We created the conditions that obliged President Soeharto to leave his job," demikian kata Camdessus sebagaimana dikutip New York Times (10/11/1999)
Jika memang benar IMF bertanggung jawab terhadap krisis 1998 dan jatuhnya Soeharto, lalu apa sebenarnya motif mereka dan bagaimana rentetan ceritanya?
Pertengahan 1997, Thailand sedang dilanda krisis moneter yang kemudian dengan cepat efeknya menjalar hingga ke Indonesia. Untuk mengatasi hal itu, pada Agustus 1997 pemerintah membuat kebijakan-kebijakan fiskal strategis yang efeknya ternyata justru membuat rupiah semakin terpuruk. Dalam waktu 5 bulan saja, tepatnya pada 22 Januari 1998, rupiah merosot jauh hingga angka 17.000 per dolar Amerika.
Seperti dikutip dari antaranews.com (15/5/2008), kondisi ini diperparah dengan membengkaknya utang luar negeri dan manajemen keuangan dalam negeri yang buruk. Ratusan perusahaan baik skala kecil maupun besar satu-satu mulai tumbang. Terjadi PHK besar-besaran. Akibatnya, angka pengangguran meningkat drastis hingga mencapai 20 juta orang atau setara dengan 20% dari total angkatan kerja. Pendapatan perkapita yang tahun 1996 mencapai 1.155 dolar perkapita turun menjadi hanya 610 dolar perkapita pada 1998.
Masih berdasarkan buku Politik Huru-hara Mei 1998 (Institute for Policy Studies, 2004), terpuruknya nilai tukar rupiah di penghujung 1997 "memaksa" Indonesia menandatangani nota kesepakatan dengan IMF. Dalam nota kesepakatan itu, menurut Fadli, banyak sekali muatan-muatan politis yang memang sengaja dijadikan senjata untuk melemahkan Soeharto. Pada 1 November 1997, IMF mendesak pemerintah untuk menutup 16 bank yang diduga hasil kolusi. Efeknya, terjadi rush, penarikan rupiah besar-besaran oleh masyarakat. Puncaknya, pada 4 Mei 1998, lagi-lagi atas tekanan IMF, pemerintah menaikkan harga BBM hingga 71%, dalam waktu bersamaan tarif listrik juga dinaikkan. Tentu saja yang terjadi adalah meroketnya harga-harga kebutuhan pokok, bahkan kata Iwan Fals dalam lagunya Galang Rambu Anarki, susu pun tak terbeli. Kondisi ini menyulut instabilitas sosial dan politik.
Dan kerusuhan besar 13-15 Mei pun tak bisa dihindarkan. Korban-korban berjatuhan, terjadi penjarahan besar-besaran, bunyi tembakan dimana-mana. Mahasiswa bersama elemen lain menduduki gedung MPR. Puncaknya, Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI.
IMF dan Amerika Dibalik Lengsernya Soeharto?
Prof Steve Hanke, penasihat ekonomi Soeharto mengungkapkan hal senada dengan yang disampaikan Fadli Zon. Amerika Serikat dan IMF yang menciptakan krisis dan mendorong lengsernya Soeharto. Ia mengatakan bahwa seharusnya perekonomian Indonesia selamat andai tidak ada ancaman dari IMF. Ketika Hanke menawarkan usulan kepada Presiden terkait Currency Board System (CBS) untuk menstabilkan kembali rupiah, IMF menolak dan mengancam akan menangguhkan pinjaman senilai 43 miliar dollar. "Washington memiliki kepentingan agar krisis terus berlangsung dan Anda jatuh," kata Hanke pada Soeharto sebagaimana dilansir oleh merdeka.com (8/6/2015). Hanke heran bagaimana gagasan CBS bisa ditolak sementara negara lain tidak.
Maka ia pun menemukan jawabannya setelah Michel Camdessus, mantan presiden IMF mengatakan, "Kami sengaja menciptakan kondisi krisis yang membuat Soeharto lengser." Ditambah lagi beberapa pernyataan ekonom bahwa IMF punya misi agar pasar Indonesia bisa "dijarah" oleh asing. Mantan PM Australia Paul Keating bahkan mengatakan bahwa AS sengaja menggunakan krisis ekonomi sebagai alat untuk menggusur Soeharto.
Hingga tahun 1996, berdasarkan data yang dihimpun Fadli Zon dalam Politik Huru-Hara Mei 1998, mengutip hasil penelitian Joseph Stiglitz, pemenang Nobel Ekonomi, sejatinya perekonomian Indonesia semakin baik, pengentasan kemiskinan bahkan menyisakan 11% dari total penduduk Indonesia yang semula 64% tahun 1975. World Bank bahkan memasukkan Indonesia dalam negara dengan performa ekonomi yang tinggi di Asia. Mungkin tersebab inikah, Amerika dan IMF khawatir Indonesia bangkit menjadi negara adidaya? Tentu pertanyaan tersebut beralasan, Amerika memiliki misi untuk menguasai dunia.
Apapun itu, reformasi 1998 telah bergulir. Dan kita tidak mau sejarah kelam itu sampai terulang. Tidak untuk saat ini, tidak untuk nanti.
Cancel